Sunday, February 22, 2015

Pengelolaan Wilayah Pesisir dalam UU No. 27 Tahun 2007 dan UU No. 1 Tahun 2014

Ketika ada yang bertanya apa itu wilayah pesisir? Apa yang terlintas dalam pikiran anda?

gambar ini kah? 
sumber : marinebuddies.net
atau gambar yang ini?
sumber : ferdfound.wordpress.com

Kedua gambar di atas adalah wilayah pesisir. Kenapa demikian? Jadi, wilayah pesisir itu dapat didefinisikan sebagai daerah pertemuan antara darat dan laut yang dipengaruhi oleh kegiatan ekosistem darat dan laut.
Indonesia merupakan Negara kepulauan dimana memiliki Panjang garis pantai tercatat sebesar 95.181 km dan memiliki wilayah pesisir yang luas. Wilayah pesisir di Indonesia memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut yang cukup berlimpah. Oleh karena itu, dibutuhkan pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu agar potensi sumberdaya tidak terbuang sia-sia. Upaya pengelolaan yang dilakukan meliputi menentukan tujuan dan sasaran pemanfaatan yang tepat, kemudian merencanakan dan kegiatan pemanfaatannya guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Proses pengelolaannya harus dilakukan secara kontinyu dan dinamis dengan mempertimbangkan beberapa aspek yaitu, aspek ekonomi, sosial, dan budaya dimana aspirasi masyarakat pengguna wilayah pesisir harus turut di dalamnya. 
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diatur dalam UU No. 27 Tahun 2007, akan tetapi ada beberapa perubahan dalam Undang-Undang tersebut yang dibahas di dalam UU No. 1 Tahun 2014. Perubahan-perubahannya meliputi:


  • Penyempurnaan EYD dan perbaikan struktur kalimat. Adanya penambahan dan atau pengurangan kata pada kalimat, sehingga kalimat lebih efektif dan maknanya lebih jelas guna mudah dipahami oleh pembaca. Pasal yang mengalami perubahan sebagai berikut:



Pasal yang mengalami perubahan
Keterangan/Analisa Perubahan
Pasal 1 angka 1
Penambahan kata “pengoordinasian” dan kata “masyarakat” diganti menjadi “rakyat” yang berarti dibutuhkan koordinasi antar elemen dalam pengelolaan wilayah pesisir guna mencapai tujuan yaitu kesejahteraan rakyat.
Pasal 1 angka 17

Perubahan struktur kalimat dan tata bahasa yang lebih tepat guna mudah dipahami oleh pembaca
Pasal 1 angka 19
Kata “perlindungan” diubah menjadi “pelindungan” yang berarti penegasan dalam makna yang awalnya bermakna tempat berlindung dipertegas menjadi cara untuk berlindung atau perbuatan melindungi.
Pasal 1 angka 23

Kata “orang” diubah menjadi “setiap orang” yang berarti penegasan makna perseorangan baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.
Pasal 1 angka 26

Terkait dengan pasal 1 angka 24, kata “orang” diubah menjadi “setiap orang”.
Pasal 1 angka 28
Terkait dengan pasal 1 angka 24, kata “orang” diubah menjadi “setiap orang”.
Pasal 1 angka 29
Kata “program-program” diubah menjadi “program” agar kalimat lebih efektif.
Pasal 1 angka 30

Kata “pembudidayaan ikan” diubah menjadi “pembudi daya ikan” dan kata “masyarat pesisir” diubah menjadi “masyarakat” yang berarti penegasan makna pelaku pengelolaan wilayah pesisir.
Pasal 1 angka 31
Kata “masyarakat pesisir” diubah menjadi “masyarakat dan nelayan tradisional”, memperluas makna pelaku pengelolaan wilayah pesisir.
Pasal 1 angka 32
Kata “masyarakat adat” diubah menjadi “masyarakat hukum adat” dan penambahan kata “masyarakat tradisional”, bawasannya masyarakat adat memiliki aturan yang dilakukan sejak dahulu dan penambahan kata guna  memperjelas pembagian jenis masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir.
Pasal 1 angka 33

Dalam UU No. 27 Tahun 2007 menjelaskan tentang “masyarakat adat” sedangkan dalam UU No.1 tahun 2014 menjelaskan tengan “masyarakat hukum adat”.
Pasal 1 angka 38

Dalam UU No. 27 Tahun 2007 menjelaskan tentang “orang” sedangkan dalam UU No.1 tahun 2014 menjelaskan tentang “setiap orang”.
Pasal 1 angka 44


Dalam UU No. 27 Tahun 2007 menjelaskan tentang tugas menteri sebagai penanggung jawab, sedangkan dalam UU No.1 tahun 2014 menjelaskan tentang tugas menteri sebagai penyelenggara urusan pemerintahan. Jadi perubahan tersebut dapat dilihat bahwa menteri tidak hanya bertanggung jawab namun menteri juga ikut andil dalam menyelenggarakan urusan pemerintah dalam bidang yang tertera.
Pasal 14 ayat (1)

Penambahan kata “masyarakat” dalam usulan penyusunan RSWP-3-k, RZWP-3-k, RPWP-3-k dan RAWP-3-k
Pasal 14 ayat (7)
Pengurangan kata “maka” agar struktur kalimat lebih tepat.
Pasal 23
Dalam UU No. 27 Tahun 2007 pasal 23 ayat (1) kata “Pulau-Pulau Kecil “ berubah menjadi “pulau-pulau kecil” dalam UU No.1 tahun 2014.
Dalam UU No. 27 Tahun 2007 pasal 23 ayat 2 “budidaya laut” berubah menjadi “budi daya laut” dalam UU No.1 tahun 2014.
Ditambahkan kepentingan “pertahanan dan kemamanan negara” dalam UU No.1 tahun 2014 pasal 23 ayat 2.
Penambahan kata “kelestarian” dalam pasal 23 ayat (3) poin b.
Pasal 23 ayat (4)-(7) dihapuskan pada UU No.1 tahun 2014, karena ayat-ayat tersebut membahas tentang HP-3 yang sudah tidak digunakan lagi.
Pasal 30

Dalam UU No. 27 Tahun 2007 menjelaskan tentang pelaku perubahan status zona inti adalah Pemerintah dengan memperhatikan pertimbangan DPR, sedangkan dalam UU No.1 tahun 2014 pasal 30 mengandung 4 ayat dan menjelaskan pelaku perubahan peruntukan dan fungsi zona inti adalah menteri serta tatacaranya.
Pasal 63 ayat (2)

UU No.1 tahun 2014 dijelaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah saling bekerja sama di bidang Pengelolaan Sumber Daya Pesisir.

  • Perubahan istilah pada Pasal 1 angka 18 mengenai istilah “Hak Pengusahaan Perairan Pesisir" menjadi "Izin Lokasi".

Pasal yang terkait
UU No. 27 Tahun 2007
UU No.1 tahun 2014
Pasal 1 angka 18
Hak Pengusahaan Perairan Pesisir, selanjutnya disebut HP-3, adalah hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu.
Izin Lokasi adalah izin yang diberikan untuk memanfaatkan ruang dari sebagian Perairan Pesisir yang mencakup permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu dan/atau untuk memanfaatkan sebagian pulau-pulau kecil.


  • Perubahan judul Bagian Kesatu pada Bab V sehingga berbunyi sebagai berikut:
UU No. 27 Tahun 2007
UU No.1 tahun 2014
Bagian Kesatu
    Hak Pengusahaan Perairan Pesisir
Bagian Kesatu
Izin
  • Penambahan Pasal guna memperjelas makna Pasal sebelumnya, Pasal-Pasal tersebut antara lain sebagi berikut :
Pasal 1 angka 18A
    Izin Pengelolaan adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan pemanfaatan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil.
Pasal 1 angka 27A
     Dampak Penting dan Cakupan yang Luas serta Bernilai Strategis adalah perubahan yang berpengaruh terhadap kondisi biofisik seperti perubahan iklim, ekosistem, dan dampak sosial ekonomi masyarakat bagi kehidupan generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
Pasal 22A
   Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Izin Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) diberikan kepada:
a.       orang perseorangan warga negara Indonesia;
b.      korporasi yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia; atau
c.       koperasi yang dibentuk oleh Masyarakat.
Pasal 22B
    Orang perseorangan warga Negara Indonesia atau korporasi yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan koperasi yang dibentuk oleh Masyarakat yang mengajukan Izin Pengelolaan harus memenuhi syarat teknis, administratif, dan operasional.
Pasal 22C
    Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat, tata cara pemberian, pencabutan, jangka waktu, luasan, dan berakhirnya Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26A
(1)   Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya dalam rangka penanaman modal asing harus mendapat izin Menteri.
(2)   Penanaman modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengutamakan kepentingan nasional.
(3)   Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat rekomendasi dari bupati/wali kota.
Pasal 75A
     Setiap Orang yang memanfaatkan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil yang tidak memiliki Izin Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 78A
   Kawasan konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan sebelum Undang-Undang ini berlaku adalah menjadi kewenangan Menteri.
Pasal 78B
   Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, izin untuk memanfaatkan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil yang telah ada tetap berlaku dan wajib menyesuaikan dengan Undang-Undang ini dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) tahun.

  • Perubahan pasal terkait dengan istilah “Izin Lokasi” yang terdapat di dalam pasal 1 ayat 18 antara lain Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 60, Pasal 71, Pasal 75. 
Dengan adanya perubahan-perubahan dalam Undang-Undang tersebut menandakan bahwa aturan yang terkait tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil semakin jelas dan terstruktur, sehingga mempermudah pelaku atau stakeholders untuk mengolah wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil agar mencapai tujuan yang telah disepakati.
      
   Sumber :
UU No. 7 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
UU No. 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Materi Kuliah Pengelolaan Wilayah Pesisir, Pak I Made Andi arsana