Ketika
ada yang bertanya apa itu wilayah pesisir? Apa yang terlintas dalam pikiran anda?
gambar
ini kah?
sumber : marinebuddies.net
atau gambar yang ini?
sumber : ferdfound.wordpress.com
Kedua gambar di atas adalah wilayah pesisir. Kenapa demikian? Jadi, wilayah pesisir itu dapat
didefinisikan sebagai daerah pertemuan antara
darat dan laut yang dipengaruhi oleh kegiatan ekosistem darat dan laut.
Indonesia merupakan Negara kepulauan dimana memiliki Panjang
garis pantai tercatat sebesar 95.181 km dan memiliki wilayah pesisir yang luas. Wilayah pesisir di Indonesia memiliki
potensi sumberdaya pesisir dan laut yang cukup berlimpah. Oleh karena itu, dibutuhkan pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu agar potensi sumberdaya tidak terbuang sia-sia. Upaya pengelolaan yang dilakukan meliputi menentukan tujuan
dan sasaran pemanfaatan yang tepat, kemudian merencanakan dan kegiatan
pemanfaatannya guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Proses
pengelolaannya harus dilakukan secara kontinyu dan dinamis dengan
mempertimbangkan beberapa aspek yaitu, aspek ekonomi, sosial, dan budaya dimana
aspirasi masyarakat pengguna wilayah pesisir harus turut di dalamnya.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diatur dalam UU No. 27 Tahun
2007, akan tetapi ada beberapa perubahan dalam Undang-Undang tersebut yang
dibahas di dalam UU No. 1 Tahun 2014. Perubahan-perubahannya
meliputi:
- Penyempurnaan EYD dan perbaikan struktur kalimat. Adanya penambahan dan atau pengurangan kata pada kalimat, sehingga kalimat lebih efektif dan maknanya lebih jelas guna mudah dipahami oleh pembaca. Pasal yang mengalami perubahan sebagai berikut:
Pasal yang mengalami
perubahan
|
Keterangan/Analisa
Perubahan
|
Pasal 1 angka 1
|
Penambahan kata “pengoordinasian” dan kata “masyarakat”
diganti menjadi “rakyat” yang berarti dibutuhkan koordinasi antar elemen
dalam pengelolaan wilayah pesisir guna mencapai tujuan yaitu kesejahteraan
rakyat.
|
Pasal 1 angka
17
|
Perubahan
struktur kalimat dan tata bahasa
yang lebih tepat guna mudah dipahami oleh pembaca
|
Pasal 1 angka
19
|
Kata
“perlindungan” diubah menjadi “pelindungan” yang berarti penegasan dalam
makna yang awalnya bermakna tempat berlindung dipertegas menjadi cara untuk
berlindung atau perbuatan melindungi.
|
Pasal 1 angka
23
|
Kata “orang”
diubah menjadi “setiap orang” yang berarti penegasan makna perseorangan baik
yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.
|
Pasal 1 angka
26
|
Terkait dengan pasal 1 angka 24, kata “orang” diubah
menjadi “setiap orang”.
|
Pasal 1 angka
28
|
Terkait dengan pasal 1 angka 24, kata “orang” diubah
menjadi “setiap orang”.
|
Pasal 1 angka
29
|
Kata “program-program” diubah menjadi “program” agar
kalimat lebih efektif.
|
Pasal 1 angka
30
|
Kata “pembudidayaan ikan” diubah menjadi “pembudi daya
ikan” dan kata “masyarat pesisir” diubah menjadi “masyarakat” yang berarti
penegasan makna pelaku pengelolaan wilayah pesisir.
|
Pasal 1 angka
31
|
Kata “masyarakat pesisir” diubah menjadi “masyarakat dan
nelayan tradisional”, memperluas makna pelaku pengelolaan wilayah pesisir.
|
Pasal 1 angka
32
|
Kata “masyarakat adat” diubah menjadi “masyarakat hukum
adat” dan penambahan kata “masyarakat tradisional”, bawasannya masyarakat
adat memiliki aturan yang dilakukan sejak dahulu dan penambahan kata guna memperjelas pembagian jenis masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir.
|
Pasal 1 angka 33
|
Dalam UU No.
27 Tahun 2007 menjelaskan tentang “masyarakat adat” sedangkan dalam UU No.1
tahun 2014 menjelaskan tengan “masyarakat hukum adat”.
|
Pasal 1 angka
38
|
Dalam UU No. 27 Tahun 2007 menjelaskan tentang
“orang” sedangkan dalam UU No.1 tahun 2014 menjelaskan tentang “setiap orang”.
|
Pasal 1 angka
44
|
Dalam UU No. 27 Tahun 2007 menjelaskan tentang
tugas menteri sebagai penanggung jawab, sedangkan dalam UU No.1 tahun
2014 menjelaskan tentang tugas menteri sebagai penyelenggara urusan
pemerintahan. Jadi perubahan tersebut dapat dilihat bahwa menteri tidak hanya
bertanggung jawab namun menteri juga ikut andil dalam menyelenggarakan urusan
pemerintah dalam bidang yang tertera.
|
Pasal 14 ayat (1)
|
Penambahan
kata “masyarakat” dalam usulan penyusunan RSWP-3-k, RZWP-3-k, RPWP-3-k dan
RAWP-3-k
|
Pasal 14 ayat (7)
|
Pengurangan
kata “maka” agar struktur kalimat lebih tepat.
|
Pasal 23
|
Dalam UU No. 27 Tahun 2007 pasal 23 ayat (1) kata
“Pulau-Pulau Kecil “ berubah menjadi “pulau-pulau kecil” dalam UU No.1 tahun
2014.
|
Dalam UU No.
27 Tahun 2007 pasal 23 ayat 2 “budidaya laut” berubah menjadi “budi daya
laut” dalam UU No.1 tahun 2014.
|
|
Ditambahkan
kepentingan “pertahanan dan kemamanan negara” dalam UU No.1 tahun 2014 pasal
23 ayat 2.
|
|
Penambahan
kata “kelestarian” dalam pasal 23 ayat (3) poin b.
|
|
Pasal 23 ayat
(4)-(7) dihapuskan pada UU No.1 tahun 2014, karena ayat-ayat tersebut
membahas tentang HP-3 yang sudah tidak digunakan lagi.
|
|
Pasal 30
|
Dalam UU
No. 27 Tahun 2007 menjelaskan tentang pelaku perubahan status zona inti adalah
Pemerintah dengan memperhatikan pertimbangan DPR, sedangkan dalam UU
No.1 tahun 2014 pasal 30 mengandung 4 ayat dan menjelaskan pelaku perubahan
peruntukan dan fungsi zona inti adalah menteri serta tatacaranya.
|
Pasal 63 ayat
(2)
|
UU No.1 tahun 2014 dijelaskan
bahwa pemerintah dan pemerintah daerah saling bekerja sama di bidang
Pengelolaan Sumber Daya Pesisir.
|
- Perubahan istilah pada Pasal 1 angka 18 mengenai istilah “Hak Pengusahaan Perairan Pesisir" menjadi "Izin Lokasi".
Pasal yang terkait
|
UU No. 27 Tahun 2007
|
UU No.1 tahun 2014
|
Pasal 1 angka 18
|
Hak Pengusahaan Perairan Pesisir, selanjutnya disebut HP-3, adalah hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu.
|
Izin Lokasi adalah izin yang diberikan untuk memanfaatkan ruang dari sebagian Perairan Pesisir yang mencakup permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu dan/atau untuk memanfaatkan sebagian pulau-pulau kecil.
|
- Perubahan judul Bagian Kesatu pada Bab V sehingga berbunyi sebagai berikut:
UU No. 27 Tahun 2007
|
UU No.1 tahun 2014
|
Bagian Kesatu
Hak Pengusahaan Perairan Pesisir
|
Bagian Kesatu
Izin
|
- Penambahan Pasal guna memperjelas makna Pasal sebelumnya, Pasal-Pasal tersebut antara lain sebagi berikut :
Pasal 1
angka 18A
Izin Pengelolaan adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan
pemanfaatan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil.
Pasal 1
angka 27A
Dampak Penting dan Cakupan yang Luas serta Bernilai Strategis
adalah perubahan yang berpengaruh terhadap kondisi biofisik seperti perubahan
iklim, ekosistem, dan dampak sosial ekonomi masyarakat bagi kehidupan generasi
sekarang dan generasi yang akan datang.
Pasal
22A
Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan
Izin Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) diberikan kepada:
a. orang perseorangan warga negara Indonesia;
b. korporasi yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia; atau
c.
koperasi yang
dibentuk oleh Masyarakat.
Pasal
22B
Orang perseorangan warga Negara Indonesia atau korporasi yang
didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan koperasi yang dibentuk oleh
Masyarakat yang mengajukan Izin Pengelolaan harus memenuhi syarat teknis,
administratif, dan operasional.
Pasal
22C
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat, tata cara pemberian,
pencabutan, jangka waktu, luasan, dan berakhirnya Izin Lokasi dan Izin
Pengelolaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
26A
(1) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di
sekitarnya dalam rangka penanaman modal asing harus mendapat izin Menteri.
(2) Penanaman modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mengutamakan kepentingan nasional.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
mendapat rekomendasi dari bupati/wali kota.
Pasal
75A
Setiap Orang yang memanfaatkan sumber daya Perairan Pesisir
dan perairan pulau-pulau kecil yang tidak memiliki Izin Pengelolaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal
78A
Kawasan konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
yang telah ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan sebelum
Undang-Undang ini berlaku adalah menjadi kewenangan Menteri.
Pasal
78B
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, izin untuk
memanfaatkan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil yang
telah ada tetap berlaku dan wajib menyesuaikan dengan Undang-Undang ini dalam
jangka waktu paling lambat 3 (tiga) tahun.
- Perubahan pasal terkait dengan istilah “Izin Lokasi” yang terdapat di dalam pasal 1 ayat 18 antara lain Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 60, Pasal 71, Pasal 75.
Sumber :
UU No. 7 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
UU No. 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Materi Kuliah Pengelolaan Wilayah Pesisir, Pak I Made Andi arsana